Skip to content

Kemiskinan dan beberapa turunannya (dengan asumsi)

August 1, 2011

Oleh : Adam Pasuna jaya

Manusia membutuhkan sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi dengan tujuan untuk mempertahankan kehidupan, dan dikehidupan saat ini barang dan jasa tersebut terkonversi dalam satuan harga. Setiap orang tentunya membutuhkan sejumlah penghasilan untuk menafkahi dirinya dan keluarganya sehingga sejumlah harga atas barang dan jasa tersebut dapat dicapai dan kemudian ditukar dengan barang dan jasa. Namun ada masalah dimana seseorang tidak mampu mencukupi kebutuhannya dikarenakan tidak memiliki perkerjaan atau upah/penghasilan orang tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan.

Mereka yang tidak berpenghasilan atau penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tentunya adalah orang-orang yang dibawah umur, pengangguran, dan orang-orang dengan upah minim.

Pada tulisan kali ini saya akan membahas sedikit mengenai kemiskinan

Definisi dan standard Kemiskinan

Kemisikinan seperti yang didefinisikan dalam konteks pemenuhan kebutuhan sehari-hari adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Secara definisi hal ini sangat sederhana karena kebutuhan dasar tersebut berbeda-beda dan bila dibandingkan dengan cara melihat gap antara penghasilan terhadap harga barang dan jasa. Untuk itu dibutuhkan sejumlah patokan dasar harga barang dan jasa pada wilayah tertentu serta angka penghasilan. Di Indonesia standard penduduk miskin adalah orang-orang yang berpenghasilan dibawah Rp.7000/hari atau Rp.210.000 perbulan (sesuai dengan kebutuhan 2.100 kilo kalori/hari untuk manusia),kurang lebih perhitungan ini di dapat berdasarkan rata-rata garis kemiskinan per-regional provinsi yang dirata-ratakan perkapitanya, sedangkan menurut standard World Bank kemiskinan adalah orang-orang yang berpenghasilan dibawah standard hidup layak yaitu dibawah 2US$ yaitu dibawah Rp.17.050 (kurang lebih) dan yang miskin absolut di bawah 1US$/hari.

Standard dengan sejumlah kebutuhan dasar

Pangan

Saya akan coba membandingkan sejumlah harga akan barang dan jasa terhadap standard penghasilan yang ada di Indonesia. Dalam hal ini saya akan mencoba membandingkan harga pangan pasaran dengan penghasilan menurut garis kemiskinan Indonesia, tentunya kebutuhan pangan menjadi yang utama untuk dihitung karena merupakan kebutuhan primer. Harga nasi yang berada pada pasaran (jasa tempat makan)berkisar antara Rp.3000/perporsi sedangkan untuk lauk pauk (non daging) atau sayuran berkisar antara Rp.500/perporsi, harga ini tentunya diambil melalui survey rata-rata harga pada warung nasi di pulau jawa. Kebutuhan konsumsi pangan diasumsikan Rp.4000 untuk sekali makan (nasi+sayuran+laukpauk). Bila membandingkan dengan standard kemiskinan Indonesia maka penduduk miskin dalam sehari hanya dimungkinkan untuk makan sekali dalam sehari.

Penduduk miskin yang berpenghasilan dibawah Rp 7000/hari adalah mereka yang berpenghasilan, dan apabila mereka berkeluarga maka tentunya kebutuhan makan tersebut harus dikalikan dengan sejumlah anggota keluarga yang ditanggung biaya makannya. Sebagai contoh sebuah keluarga miskin dimana keluarga tersebut dinafkahi oleh seorang ayah dan ibu yang berpenghasilan Rp.7000/hari (batas kemiskinan) sehingga total penghasilan dalam keluarga sebesar Rp.14.000/ atau Rp.420.000/bulan. Apabila mereka memiliki anak sejumlah 2 (standard KB 1 bapak,1 ibu dan 2 anak) maka untuk sekali makan dalam seharinya dibutuhkan sebesar 4 x Rp.4000 = Rp.16000/hari. Normalnya dalam sehari konsumsi makan sebesar 2x dalam sehari sehingga satuan diatas dikalikan 2 yaitu sebesar Rp.32.000/hari untuk biaya konsumsi pangan minimal 1 keluarga (anggota keluarga 4 orang).

Dalam hitungan bulan maka konsumsi pangan yang minim untuk 1 keluarga sebesar Rp.32.000 x 30 = Rp.960.000/bulan sedangkan penghasilan dalam keluarga yang berada pada batas garis kemiskinan (keluarga standard KB dengan ibu ayah berpenghasilan standard kemiskinan) sebesar Rp.420.000

Interpretasi lebih jauhnya adalah apabila seseorang berada pada garis/dibawah garis kemiskinan maka berkeluarga (sesuai standard KB) tidak dianjurkan,karena berpotensi tidak dapat mencukupi kebutuhan pangan keluarga.

Papan

Kebutuhan lainnya adalah kebutuhan tempat tinggal. Tempat tinggal yang legal tentunya diwajibkan membayar pajak, dalam artian adanya sejumlah uang yang harus dibayarkan kepada negara dalam bentuk PBB. Rumus untuk menghitung PBB adalah 0,5 % x NJKP.

Untuk penduduk miskin diasumsikan harga tempat tinggalnya dibawah 1 miliar sehingga besar NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) nya sebesar 20% dari NJOP. NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan apabila transaksi terjadi secara tidak wajar, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti .

Lebih lanjut (menurut pembahasan diatas) bahwa PBB yang dikenakan sebesar 0,5% x 20%NJOP = 0,1% NJOP. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah seberapa besar standar NJOP untuk tempat tinggal orang miskin. Standard ruang gerak Indonesia adalah 9m2/orang. Bila diasumsikan dalam satu keluarga terdapat 4 orang maka sejumlah tanah yang harus dibeli sekitar 36m2. Harga tanah saya asumsikan Rp.200.000/m2 (dari survey harga tanah termurah yang ada di medan,setau saya). sehingga dengan perhitungan kebutuhan ruang gerak Indonesia untuk 4 orang maka haruslah dibeli sejumlah tanah seharga 36x Rp.200.000 = Rp.7.200.000

Setelah sejumlah tanah maka perlu dihitung biaya konstruksi bangunan rumah namun untuk menghitung ini sangat relatif terhadap spesifikasi bangunan. Dibutuhkan SNI konstruksi bangunan layak untuk menghitung biaya konstruksi bangunan.Namun pada kali ini diasumsikan konstruksi dilakukan dengan sistem knock-down RSSS yaitu dengan biaya kira-kira Rp. 7.500.000/9m2 (3×3 m) sehingga untuk mencukupi kebutuhan 36 m2 maka dibutuhkan sejumlah uang Rp.30.000.000 untuk keluarga berisi 4 orang

Setelah mendapatkan nilai konstruksi dan tanah maka besar NJOP yaitu Rp 7.200.000 + Rp. 30.000.000 (konstruksi RSSS) kemudian kita kalikan dengan rumus PBB yang harus di bayarkan yaitu Rp.37.200.000 x 0,1% = Rp 37.200/tahun, bila dibagi perbulan maka uang yang harus disisihkan perbulannya (demi membayar PBB) sebesar Rp.37.200/12 = Rp.3.720/bulan nya.

Kebutuhan air bersih

Kebutuhan air bersih untuk setiap orang nya sebesar 60-70 liter/hari ( air minum dan mengolah makanan 5 liter, mandi dan higien 25-30 liter,  kebutuhan mencuci 25-30 liter,  sanitasi dan pembuangan kotoran  4-6 liter). Sehingga dalam sebulan kebutuhan air bersih sebesar 1800-2100 liter atau setara dengan 1,8-2,1 meter kubik per orang. Bila dalam satu keluarga terdapat 4 orang maka kebutuhan berkisar antara 7,2 – 8,4 meter kubik. Tarif air bersih untuk setiap meter kubiknya adalah sekitar Rp.2.125 dengan tarif abodemen sekitar Rp.5000 plus biaya faktur dan meteran sebesar Rp.10.000 sehingga dalam sebulan dibutuhkan membayar sekitar Rp.31.575

Konklusi perhitungan dan beberapa Interpretasi

Dengan melihat perhitungan sederhana yang saya buat diatas maka dapat di lihat besarnya kebutuhan perbulan sebuah keluarga (standard KB) dimana : biaya kebutuhan makan bulanan + biaya kebutuhan air = Rp 960.000/bulan (untuk makan 4 orang,2x sehari = nasi + lauk +sayur) + Rp.31.475 + Rp.3720 = Rp 995.000/bulan (dibulatkan) untuk 1 keluarga (dengan syarat : biaya pendidikan anak, biaya  listrik, transportasi, layanan kesehatan ditanggung oleh pemerintah).

Sehingga agar seorang yang ingin berkeluarga diharuskan berpenghasilan Rp.995.000/2 = Rp.497.500/bulan (asumsi : pasangan juga harus bekerja). Batas kemiskinan adalah Rp.210.000/bulan dan angka ini masih jauh dari angka menurut perhitungan diatas.

Menurut John Maynard Keynes, konsumsi terdiri dari konsumsi Otonomus (konsumsi pasti) dan konsumsi relatif dimana konsumsi relatif bertambah seiring dengan besarnya pendapatan (persamaan konsumsi dituliskan dengan rumus C= Co + b.Yb) . Hal yang harus dipahami dari hal ini adalah adanya sejumlah konsumsi pasti dari setiap orang, berapapun penghasilannya bahkan sekalipun orang tersebut tidak berpenghasilan, sehingga bila besaran pendapatan yang dimiliki seseorang tidak mencukupi kebutuhan konsumsi minimum maka konsumsi minimun tersebut akan menyesuaikan sebesar pendapatannya tersebut.

Seluruh perhitungan pengeluaran yang saya tuliskan diatas masuk kedalam perhitungan konsumsi otonomus dan pada kenyataannya didapati bahwa besaran konsumsi minimum (yang “layak”) pun tidak bisa dipenuhi, dan bagaimanapun juga konsumsi otonomus tersebut harus ada sehingga besarnya konsumsi tersebut “terpaksa” menyesuaikan dengan besarnya penghasilan.

membenturkan hasil perhitungan dengan teori diatas maka :

Bila melihat perhitungan kebutuhan pangan sebelumnya bukannya tidak mungkin bahwa penduduk miskin identik dengan kekurangan gizi karena makanan yang ada perharinya sangat minim akibat tidak terpenuhinya kebutuhan pangan secara “layak” karena biaya kebutuhan pangan keluarga yang minimnya harus Rp.960.000 harus dipangkas menjadi Rp.380.000an ( Rp.420.000[2 orang bekerja] – Rp.40.000an[sisihan untuk PBB+kebutuhan air] )

Bila melihat perhitungan kebutuhan papan diatas bukannya tidak mungkin bahwa slum and squatter terjadi seiring dengan bertambahnya penduduk miskin,karena pada perhitungan diatas rumah yang dibuat adalah RSSS sehingga kekumuhan (Slum) berpotensi terjadi (karena diasumsikan bangunan adalah RSSS sehingga urusan kelengkapan bangunan tidak termasuk dalam perhitungan dan bahan bangunan berkualitas buruk), dan squatter sangat berpotensi terjadi karena ketidakmampuan dalam membeli rumah layak huni yang sesuai dengan standard.

Perhitungan diatas juga belum menghitung sejumlah kebutuhan seperti biaya pendidikan, tunjangan kesehatan, ongkos transportasi, dan listrik dll sehingga masalah terkait  hal penunjang tersebut sangat berpeluang untuk terjadi,sehingga dibutuhkan kemudahan dari pemerintah soal keringanan biaya pendidikan, tunjangan kesehatan, transportasi, penyediaan air bersih dan listrik untuk masyarakat miskin.

Akhir

Jumlah penduduk miskin Indonesia yang tercatat oleh BPS sebesar 31.023.000 jiwa (dengan standard penghasilan Rp.211.726/bulan) namun kenyataan nya menurut perhitungan sederhana saya diatas dibutuhkan sejumlah penghasilan sekitar Rp. 497.500 sehingga seseorang berkeluarga dengan makan 2x sehari, berpenghunian RSS, tercukupi kebutuhan air secara sangat minim. Perbandingan tersebut tentunya menimbulkan pertanyaan besar mengenai seberapa manusiawikah standard kemiskinan di negeri ini.

No comments yet

Leave a comment